Banjir
BugisPos — Tanggal 22 Januari 2019 lalu, masyarakat Sulsel dikejutkan oleh serangan banjir yang tiba-tiba dan menghebohkan. Bahkan tak hanya banjir, tetapi juga datang angin puting peliung mencabik-cabik di beberapa daerah, serta terjangan longsor seperti yang terjadi di Gowa yang merenggut puluhan nyawa.
Banjir yang melanda Makassar, Maros dan Gowa, adalah banjir kiriman dari arah Bili-bili. Bendungan Bili-bili yang debit airnya sudah penuh dari arah gunung Bawakaraeng, terpaksa krannya dibuka untuk menyalurkan air ke arah Sungai Jeneberang, agar bendungan ini tidak sampai bobol dan membahayakan.
Masalahnya ialah, dengan pembukaan kran air di bendungan ini, Makassar Gowa dan Maros malah banjir. Air tumpah kemana-mana dan menerjkan dimana-mana. Begitu banyak rumah warga yang tergenang air. Malah ada rumah yang hayut terbawa arus.
Bahwa Gowa Maros dan Makassar, memang adalah kawasan yang lebih rendah dibanding posisi bendungan Bili-bili. Karenanya, bila Bili-bili itu muntah, ya pastilah sasarannya ke wilayah rendah seperti di tiga daerah ini. Masa seh air itu bisa mendaki ke gunung Bawakaraeng atau Lompbattang. Mana mungkinlah. Air telah ditakdirkan untuk selalu mencari daerah yang rendah.
Tak hanya itu, tetapi juga memang daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang sudah demikian parah. Mana sudah mendangkal, di sepanjang tepian DAS juga dikuasai oleh usaha tambang. Hutan di sepanjang tepiannya pun sudah gundul. Dan tentulah semua ini telah memicu datangnya banjir.
Sepakat dengan apa yang dikatakan gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, bahwa salah satu penyebab banjir adalah karena banyaknya perusahaan tambang golongan C di sepanjang Jeneberang. Mereka ini menjadi penyebab pendangkalan sehingga resiko banjir mudah muncul.
Harusnya memang, sepanjang Jeneberang tak boleh banyak tambang penggalian pasir, pohon harus tumbuh subur untuk menghindari abrasi. Perut Jeneberang juga mesti dikeruk biar lebih leluasa bisa menampung air sehingga tak menimbulkan banjir seperti yang terjadi pada tanggal 22 Januari 2019 lalu itu.
Peristiwa banjir Bandang yang mengejutkan ini, semestinya menjadi momentum bagi Pemprov Sulsel untuk berinovasi, langkh apa yang sebaiknya ditempuh sehingga banjir seperti itu tak terulang di waktu-waktu mendatang. Jangan cuma kita sibuk merenunginya, tetapi sibuklan berfikir jalan keluarnya. Jangan cuma sibuk menyumpang nasi bungkus ke korban banjir itu, tetapi sibuk pulalah berfikir agar ke depan banjir serupa tak datang lagi ***