BugisPos

Kodong, Pak Ogah Jadi Kambing Hitam

BugisPos – Sebetulnya saya sungguh sedih melihat seperti apa pemikiran para pengambil keputusan kita di Sulsel ini, terutama di Pemkot Makassar. 

Mereka banyak bicara, banyak menyalahkan orang lain, orang-orang yang notabene justeru mesti mendapatkan perlindungan, pelayanan, ataupun perhatian yang baik.

Coba kita analisa sebaik-baiknya apa yang dikatakan ketua Komisi C DPR Kota Makassar, Abdi Asmara, yang meminta pemkot Makassar segera menerbitkan Peraturan Wali Kota soal pengatur lalu lintas ilegal atau pak Ogah.

Abdi mengatakan, regulasi perihal penertiban pak Ogah terbilang cukup urgen untuk dituntaskan. Menurut Abdi Asmara, dengan hadirnya perwali bisa memperjelas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing stakeholder di lapangan dalam melakukan penindakan terhadap pak ogah.

“Adanya perwali itu saya kira sudah bisa melihat kewenangan, baik itu kewenangannya Satpol PP, kewenangannya Dinas Perhubungan, dan kewenangan dari pihak kepolisian seperti apa,” itu kata Abdi Asmara.

Sesungguhnya apa yang dikatakan wakil rakyat kita ini, itu sudah mengkambing-hitamkan Pak Ogah. Seolah-olah kemacetan lalulintas di Makassar ini adalah akibat kehadirannya pak Ogah mengatur lalulintas. 

Pandangan saya, itu adalah hal yang sungguh keliru. Sebab yang terjadi sesungguhnya adalah karena pada sejumlah titik kemacetan lalulintas di Makassar, baik di waktu pagi terlebih pada waktu sore sampai waktu-waktu sesudah magrib, tidak ada pengatur lalu lintas yang cukup. Jadinya pada titik-titik terjadinya kemacetan lalulintas itu, turunlah pak Ogah membantu mengatur arus lalulintas. Apalagi tenaga Polantas di tiap Polsek juga terbatas. Polantas milik Polrestabes dan Polres Pelabuhan juga hanya sebatas mampu menjaga dan mengatur lalulintas pada lokasi strategis, kerena juga keterbatasan tenaga.

Tujuan pak Ogah sebenarnya ialah, untuk mendapatkan seribu dua ribu perak dari pengendara yang mau merogoh kocek. Tapi mereka juga tak memaksa, kalau diberi seribu dua ribu perak ya syukurlah, kalau tak diberi mereka juga tak sampai ngamuk-ngamuk segala. Paling-paling mukanya bengkok saja.

Pertanyaannya, mengapa mereka menjadi Pak Ogah, ya karena mereka mencari makan. Bahkan banyak di antara mereka wajib menghidupi keluarga dari kerja-kerja sebagai pak Ogah. Mereka pengangguran yang semestinya mendapatkan perhatian dari wakil rakyat dan pemerintah kita. Bahkan perlu diketahui, dari mereka ini banyak bekas begal, bekas geng motor, dan lain-lain, yang semestinya menjadi perhatian pemerintah untuk kesejahteraan mereka. Daripada mereka kembali jadi begal dan geng motor? Ayo pilih yang mana.

Bahwa banyaknya titik-titik kemacetan lalulintas di kota ini, persoalannya bukan pada menghapuskan pak Ogah, tetapi lebih kepada ketersediaan tenaga pengatur lalulintas di setiap titip kemacetan. 

Dishub kota Makassar sendiri saat ini hanya punya sekitar 200 orang tenaga honorer yang ditugaskan mengatur lalulintas. Padahal bila dihitung-hitung, kira-kira lebih seribu titik kemacetan di Makassar, terutama pada sore hari sekira jam 15.00 wita hingga malam hari.   

Tenaga Dishub Makassar yang 200-an itu, juga hanya bisa bertugas pada pagi hari, hingga sore jam 16.00 sesui jam kerja mereka. Untuk menugaskan mereka hingga malam hari, tentu saja diperlukan honor lembur. 

Hanya saja, konon Dishub tidak menempuh cara seperti itu. Mereka menempuh cara ship. 100 orang hari ini bertugas di lapangan sampai sore, bahkan sampai malam mengatur lalulintas pada titik tertentu yang diperlukan karena ada acara penting. Dan besoknya mereka harus istirahat, dan digantikan oleh yang lainnya.

Maka dapat dibayangkan bila hanya 100 orang Dishub tiap hari yang tugas mengatur lalulintas, bagaimana jadinya pada 900-an titik macet itu? Nah disitulah pak Ogah masuk membantu, sekalian berharap seribu dua ribu rupiah.

Karena itulah dalam pandangan saya, dengan kondisi lalulintas yang macet setiap hari, Dishub diharapkan menyiapkan tenaga pengatur lalulintas sebanyak 2.000 orang. Mereka tugas hari ini 1.000 orang, dan besoknya digantikan oleh 1.000 orang lainnya. Itupun bila bertugas hingga malam hari, gaji lembur mereka harus diperhitungkan. Bukan cuma nipakiti-kiti tanpa imbalan.

Ada kabar yang berhembus, tahun lalu itu Dishub mengajukan penambahan tenaga honorer untuk mengatur laulintas, tetapi usulan itu konon ditolak DPRD Makassar. Wallahualam …

Yang pasti bahwa kehadiran pak Ogah itu bukan salah mereka. Itu adalah kesalahan sistem yang diciptakan oleh Pemkot Makassar bersama DPRD Makassar sendiri. Kebutuhan tenaga pengatur lalulintas yang cukup mesti dipenuhi, yang tentunya akan otomatis menghapuskan peranan pak Ogah. 

Jadi bukan melahirkan sejenis Perwali untuk melenyapkan pak Ogah dengan membiarkan kemacetan lalulintas tanpa petugas pengatur lalulintas. Melainkan kita butuh tenaga pengatur lalulintas dalam jumlah yang diperlukan, agar pada setiap titik kemacetan ada petugas resmi yang mengatur, terserah saja apa itu petugas Dishub apa itu Polantas. Jangan kita biarkan lalulintas Makassar macet setiap hari ***

Editor : Zhoel

Exit mobile version