Ammanrakki, Hoaks Dipercaya Akibat Warga Lemah Literasi
BugisPos – Tulisan atau kabar berita tidak benar atau hoaks bertebaran di media sosial banyak warga ikut percaya akibat masih rendahnya literasi mereka.
“Ini problem Indonesia sekarang selain dari adanya anomali politik, ekonomi, Covid-19 dan terorisme,” ujar Direktur Perkumpulan JURnal Celebes, Mustam Arif dalam perbincangan dengan BugisPos.com di Makassar.
Sebagian besar masyarakat kita, dalam amatan mantan jurnalis sejumlah media cetak di Makassar tersebut, sebenarnya belum siap menghadapi revolusi informasi, lantaran literasinya yang masih rendah di tengah tsunami media sosial. Sementara pemerintah hampir tidak punya program literasi masyarakat.
Sebenarnya, menurut alumnus Fakultas Sastra Unhas ini, revolusi teknologi informasi dengan membawa tsunami media sosial adalah anugerah bagi masyarakat yang mapan dan siap.
Tetapi bagi masyarakat yang tidak atau belum siap, bisa menumbuhkan bencana.
Kita prihatinkan dampak perubahan iklim membawa bencana alam rutin. Tetapi kita tidak menyadari kabar palsu alias hoax di ruang digital perlahan-lahan memporak-porandakan sikap, perilaku yang secara evolusif bisa mempengaruhi tananan moral kolektif.
Mus sapaan akrab Mustam Arif yang pernah berkiprah sebagai Wartawan Pedoman Rakyat dan Redaktur Mingguan Gema di Makassar, merasakan sahabat utama banyak orang saat ini bukan lagi orangtua, saudara, kakak, adik, teman, suami-istri, atau pacar. Sahabat intimnya adalah gadget. Dengan gadget dilahap semua informasi tanpa filterisasi pengetahuan yang memadai.
Akibatnya, katanya, sebagian besar dari kita menjadi mangsa empuk sampah informasi berbahaya namanya hoax.
Sebagian besar masyarakat percaya hoax, karena nalar yang sempit akibat daya literasi yang rapuh.
Sementara sekelompok kecil masyarakat memanfaatkan momentum dengan memproduksi kabar palsu dan sampah informasi menyebarkan dengan berbagai tujuan, politik, cari nafkah, kriminal, eknomi, bahkan agama dan ideologi. Hoax diproduksi orang-orang pintar dan cerdas, dikonsumsi bahkan orang-orang kecil, orang biasa dalam keterbatasan bernalar.
Tidak hanya itu, sebut Mus, hoax bahkan kerap memperdaya orang berpendidikan doktor dan guru besar. Padahal, hoax akan merusak pikiran waras manusia dan mengacak-acak ketahanan sosial.
“Jadi problem kita saat ini bukan hanya rivalitas politik, ekonomi, pandemi, dan terorisme misalnya, tetapi krisis literasi masyarakat juga menjadi problem besar bangsa ini di tengah revolusi informasi dan tsunami media sosial.
Banyak orang percaya dan diperdaya hoax, dan ironis itu bukan orang awam minim pengetahuan, tetapi orang-orang yang tinggi sekolahnya.
Sementara program-program pemerintah tampak jauh dari upaya mencerdaskan masyarakat dari ketertinggalan dan ketidaksiapan menerima revolusi informasi.
“Agak paradoks mungkin, kita penuh semangat menyongsong era digital dan industri 4.O, tetapi masyarakat kita justru rapuh dalam literasi digital. Anak-anak demam internet.
Di masa pandemi, anak-anak belajar secara virtual yang tugas-tugasnya kebanyakan dikerjakan orantuanya. Sebagian guru sekadar memberi tugas. Anak-anak dipaksa adaptasi teknologi tanpa literasi digital.
Tugas sekolahnya dikerjakan orangtua, anak-anaknya mengitip Tiktok, Instagram dan Youtube. Anak-anak mestinya secara dini diberi pemahanan tentang kemampuan membedakan informasi yang benar dan hoax, yang bisa terintegrasi ke dalam kurikulum mata pelajaran digital,” urai Mus.
Disarankan, adanya program kampanye secara masif untuk meningkatkan pemahaman masyarakat agar mampu menyaring informasi yang benar dan sampah informasi.
Dibutuhkan program literasi digital untuk menyelamatkan masyarakat dari terkaman hoax dan sampah-sampah informasi. Sebagian alokasi anggaran pemerintah dibutuhkan untuk meliterasi masyarakat. Alokasi Dana Desa yang lumayan besar mestinya sebagian disisihkan untuk memerdekakan masyarakat dari jajahan dunia maya.
Membiarkan masyarakat terus bergelimang hoax, sama dengan menumbuhkan kanibalisme di dunia maya yang berpotensi berdampak pada rusaknya keutuhan sosial.
Hoaks, Ammanrakki alias merusak, kata orang dalam logat Makassar.
JURNAL Celebes yang kini dipimpin oleh Mustam Arif, merupakan suatu lembaga swadaya masyarakat yang bergerak untuk penguatan media, lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan. (aji)