Lelaki Misterius dari Karebosi, Sembuhkan ki Putri HZB Palaguna
BugisPos — Kisah-kisah mistik tentang Karebosi memang bukanlah cerita dadakan. Berbagai kisah menyertai tanah lapang di jantung kota Makassar tersebut muncul sejak lama. Mungkin seusia dengan zamannya. Tentu banyak yang mengandung kebenaran, namun juga tidak tertutup kemungkinan ada yang meleset, bahkan jauh dari kisah yang pas.
Itulah Karebosi. Legenda yang tak kering dari misteri. Tersebutlah misalnya kisah seorang lelaki misterius yang mengaku bernama Umara. Lelaki tua itu datang ke Balikpapan-Kalimantan Timur di awal tahun 1970-an menemui seorang prajurit TNI (ABRI ketika itu), HZB Palaguna.
“I nakke minne anak, suroanna Tuanta Salamaka. Riwattunna tallasa inji, nakke akkumpulu ri Karebosi. Nia kamara anjoeng. Nia’ ero kuappauwangngiko,” begitu Umara berkata dalam bahasa Makassar kepada Zainal Basri Palaguna, yang artinya ; Sayalah ini anak, suruhannya Tuanta Salamaka (Syekh Yusuf). Sewaktu masih hidup, saya berkumpul di Karebosi. Ada kamar disana (Karebosi). Ada yang saya mau sampaikan ke kamu (Palaguna).
Penggalan kalimat tersebut sekaligus memaknakan keberadaan Karebosi dengan segala misterinya. Umara dalam penggalan kisah HZB Palaguna, seperti yang ditulis dalam buku bertajuk “Jangan Mati Dalam Kemiskinan”, Roman Biografi HZB Palaguna, itu telah memantik sebuah mitos besar akan kebesaran Karebosi. Umara dipandang sebagai anak suruhan dari Tuanta Salamaka, yang pernah bersama-sama bermukim di Karebosi.
Kedatangan Umara seperti dikisahkan dalam buku setebal 363 itu, lebih mengapungkan makna supranatural yang sangat kental, dan memang dipercaya memiliki banyak kelebihan bahkan kerap dikeramatkan. Pengakuannya yang menyebut pernah tinggal di Karebosi sekaligus berarti Karebosi bukanlah tempat biasa, melainkan sebuah lokasi yang mengandung sejuta misteri.
Simak saja misalnya cerita tersebut. “Saya disuruh dari Makassar untuk melihat anak Bapak yang sakit di sini,” ujar Umara setengah pelan namun tegas sehingga membuat HZB Palaguna terkesima. Basri terkaget dan isterinya, Normi, tidak bisa menyembunyikan keheranannya bercampur rasa takut.
Bukan apa-apa. Umara, orang yang barusan saja menginjak rumahnya. Tapi mengapa sampai mengetahui bila si buah hati Palaguna itu jatuh sakit ? Padahal sebelumnya tidak pernah ada komunikasi di antara mereka. Memang ketika itu, anak pertama pasangan Palaguna-Normi bernama Rini dalam keadaan sakit keras. Sudah kesana kemari pergi berobat, namun penyakitnya semakin parah.
Bila saya memegang anakmu, empat hari kemudian penyakitnya akan pergi dan ia sembuh. Ia akan bisa berdiri,” begitu kalimat yang keluar dari mulut Umara dan didengar baik-baik oleh Palaguna. Tidak lama berselang, Umara malah memerintahkan kepada Basri Palaguna untuk mengambil badik yang ada di atas lemari dan biasa ia raut-rautkan sarungnya lalu dibersihkannya.
Umara ingin melihat badik itu.
Bagi Basri, ucapan Umara itu makin membuatnya penasaran. Ini misteri. Bukankah badik itu tidak pernah diperlihatkan, telebih lagi kepada Umara yang baru saja dikenalnya. Dia tersontak.
“Bagaimana mungkin dia tahu keberadaan badikku,” desah Basri membatin.
Kendati berkali-kali membantah tidak menyimpan badik tersebut, namun Umara tetap memaksa. “Tolong ambilkan badik itu,” katanya lagi-lagi dalam bahasa Makassar.
Tidak hanya sampai di situ. Rasa takjub Basri kian menjadi-jadi tatkala Umara menyebut tiga dukun yang ada di rumah Basri. Padahal tak sekalipun Basri pernah memberi tahu kalau di ruamahnya ada dukun yang dipanggil untuk menyembuhkan sakitnya Rini. Seketika tiga dukun perempuan itu keluar dan berteriak histeris, dan jatuh pingsan.
Anehnya, Rini kecil tiba-tiba sudah bisa bergerak seketika Umara duduk bersimpuh di dekatnya. Umara menyampaikan doa dengan mulut yang komat-kamit.
Rini yang kemudian ditakdirkan menjadi dokter itu menangis dengan suara lantang. Padahal, berhari-hari tak pernah terdengar suaranya. Tak cuma bersuara, tapi Rini akhirya malah sudah bergerak.
Sesuai ajakan Basri, Umara akhirnya menginap. Banyak keanehan menyertai kedatangan tamu yang mengaku dari Makassar dan pernah menetap di Karebosi ini. Misalnya ketika HZB Palaguna mendengar suara seperti orang yang sedang mandi, air mengguyur ke lantai. Namun alangkah kagetnya ketika lelaki itu keluar, tubuhnya kering. Tidak basah.
Keesokan harinya Umara pamit minta pulang. Basri mengantarnya ke Pelabuhan. Seorang nakoda mengenal lelaki itu. Umara rupanya menumpang di kapal itu dari Makassar. “Motere’ ma’ anne,” ujar Umara kepada nakoda tersebut.
Kepada Basri, nakoda itu bercerita bahwa pria itu ikut di perahunya sejak di Pelabuhan Poetere. Nakoda itu sebenarnya enggan mengabulkan permintaannya. Disuruh turun, tidak mau. Karena setengah memaksa, akhirnya diikutkan juga.
Keanehan terlihat ketika jelang tiba di Kalimantan, perahu diterjang angin kencang hingga oleng. Semua orang diikat di perahu agar tidak sampai terjatuh. Tetapi lelaki itu jalan saja di atas perahu. Dia mengangkat tangannya dan berdoa. Badaipun reda. Nakoda itu heran. Siapa pria aneh ini?
Ketika ingin mencukur jenggot dan cambangnya, pisau yang digunakan tidak mempan. Malah tidak tercabut ketika anak buah kapal mencabutinya.
Kepada Basri, Umara pernah berkata: “Punna kucini’ko, teaiko tau barani. Si ke’de’ji barani nu. Tena nubarani mae angngolo ri Karaeng Alla Taala. Ikau sangnging barani lino ji, kabaraniannu tekkulleai ni pake”. (Kalau saya lihat kamu, kamu bukan orang berani. Hanya sedikit keberanianmu. Kamu tidak berani menghadap Allah SWT. Kamu semata berani dunia saja, keberanianmu tidak bisa dipakai)
Sepintas kalimat di atas menunjukkan ketinggian pengetahuan supranatural yang dimiliki seorang Umara. Tak sampai menunjukkan keakuannya, melainkan bersandar pada kekuasaan sang pencipta Allah SWT. Kalimat yang kerap digunakan oleh orang-orang arief billah, orang-orang yang sempurna keimanan dan ketaqwaannya. Orang seperti itu kerap disebut wali.
Selain membutkikan bahwa Rini kemudian sembuh dalam waktu singkat, kalimatnya yang mengatakan bahwa Basri akan balik memimpin Sulawesi Selatan, kemudian juga terbukti.
Itulah sosok misterius seorang yang mengaku bernama Umara. Sayangnya, meski kalimatnya terbukti benar, tapi Basri tak pernah bisa bertemu dengan Umara lagi. Hanya sekali itu saja, sewaktu masih di Balikpapan.