Oleh: Heri Rusmana (Pustakawan Madya Dpk Provinsi Sulawesi Selatan)
Literasi Baru di Era Revolusi Industri 4.0
BugisPos — Literasi baru dan Revolusi Industri 4.0 ibarat mata uang yang tidak terpisahkan. Gagasan literasi baru sudah muncul secara formal sejak tahun 2018, saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Kala itu, mengemuka gagasan literasi baru sebagai bentuk persiapan Kemenristek Dikti menyongsong era disruption (keterserabutan) atau biasa disebut dengan Era Revolusi Industri 4.0.
Di sadari bahwa perkembangan teknologi yang cepat di Era Revolusi Industri 4.0 mempengaruhi kehidupan manusia di segala aspek, termasuk aspek literasi. Penguasaan literasi yang baik akan membantu manusia secara personal dan komunal dalam menghadapi dunia virtual (internet of things) yang semakin hari semakin complicated dan smart.
Irianto dalam bukunya The Challenges of Tomorrow (2017), menyebut tantangan Industri 4.0 meliputi beberapa hal. Pertama, kesiapan industri. Kedua, tenaga kerja terpercaya. Ketiga, kemudahan pengaturan sosial budaya. Keempat, diversifikasi dan penciptaan lapangan kerja serta peluang industri 4.0. Yaitu, inovasi ekosistem, basis industri yang kompetitif, investasi pada teknologi serta integrasi Usaha Kecil Menengah (UKM) dan kewirausahaan.
Meski begitu, tantangan Era Revolusi Industri 4.0 kompleks sekali. Belum lagi di dunia pendidikan, semua sudah berkonversi ke dunia digital. Jika dahulu cukup dengan sistem manual, kuno, dan primitif, kini semua harus serba siber. Misalnya, e-library (perpustakaan digital), e-learning (pembelajaran digital), e-book (buku online), dan lain sebagainya. Semua itu dilakukan demi menciptakan SDM yang unggul. Karena SDM berkualitas dengan kecakapan yang tinggi (menguasai literasi baru), akan memiliki peran dominan di Era Revolusi Industri 4.0 ini.
Sehingga, tantangan pemerintah di Era Revolusi Industri 4.0 adalah menyiapkan SDM yang literat, berkualitas, dan berdaya saing, serta mampu mempraktikkan prinsip literasi baru. Bagaimanapun, negara memerlukan SDM yang memiliki tiga pilar penting, yaitu literasi, kompetensi, dan karakter. Literasi bukan hanya sekadar soal baca tulis saja, namun meliputi literasi sains, literasi teknologi informasi, literasi finansial, dan bentuk literasi lainnya.
Literasi Baru, Generasi Milenial, dan Generasi Z
Generasi Milenial (M) dan Generasi Z merupakan generasi yang terdampak Revolusi Industri 4.0. Generasi M, yakni mereka yang lahir di rentang tahun 1981-1994. Mereka ini, tak segegap gempita mengakrabi teknologi, sebagaimana Generasi Z, yang lahir pada tahun 1995-an. Kedua generasi ini, wajib mempunyai keahlian dalam literasi. Mereka tak hanya dituntut untuk menguasai literasi lama (membaca, menulis, dan berhitung), tapi juga memiliki literasi baru (new literacy) yang mencakup: literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia.
Pertama, literasi data adalah kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan dan memanfaatkan informasi (big data) di dunia digital. Saat ini, Generasi M dan Generasi Z hidup dan dominan di Era Revolusi Industri 4.0, di mana untuk bisa bersaing, kemampuan membaca dan menulis saja tidak cukup. Generasi M dan Generasi Z harus mempunyai bekal kemampuan yang lain. Karena karakteristik Revolusi Industri 4.0 ini menerapkan kemampuan teknologi canggih yang menggantikan tenaga kerja manusia dalam mengoperasikannya. Akibatnya, sebagian pekerjaan hilang digantikan oleh canggihnya tekonologi dan munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang sebelumnya tidak ada.
Tentu, kondisi ini mengharuskan generasi milenial untuk mempunyai keahlian yang berkaitan dengan teknologi canggih tersebut. Misalnya, dalam dunia perbankan, kita sudah diperkenalkan dan memanfaatkan e-banking untuk bertransaksi keuangan tanpa harus pergi ke bank. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan teller bank berkurang.
Karaktersistik Revolusi Industri 4.0 yang menggunakan kecanggihan teknologi untuk mengefisiensikan kerja, pada gilirannya menuntut Generasi M dan Generasi Z menyesuaikan diri dan kompetensinya untuk selalu meng-update kemajuan teknologi. Mengapa? Karena sudah pasti, setiap pekerjaan yang dihadapi akan selalu berkaitan dengan teknologi. Setiap informasi yang datang pasti akan disimpan dan diolah dengan teknologi tersebut. Pengolahan data inilah yang akan menjadi pekerjaan baru. Ini merupakan ilmu baru dan masih jarang orang yang mampu menguasainya. Ini peluang besar bagi Generasi M dan Generasi Z yang mempunyai semangat untuk memahaminya, mempelajari, dan mengaplikasikan teknologi, agar bisa bersaing di Era Revolusi Industri 4.0.
Kedua, literasi teknologi adalah memahami cara kerja mekanisasi dan aplikasi teknologi, seperti coding dan programing, intelejensi buatan (artificial intelegence) dan prinsip-prinsip rekayasa (engineering principles). Tentu saja, hidup di Era Revolusi Industri 4.0 mewajibkan Generasi M dan Z untuk melek tekologi. Talenta Generasi M dan Z terkait literasi teknologi tidak kurang. Bisa dibuktikan dari beberapa kompetensi dunia dan aplikasi teknologi yang dapat dimanfaatkan mereka.
Aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, banyak dibahas dalam buku, artikel, dan bahkan di kanal YouTube, yang secara khusus mengulas tentang cara menggunakan coding, serta mengupas tuntas tentang artificial intelegence dan enginering principles. Tantangannya adalah tidak semua Generasi M dan Generasi Z termotivasi untuk mempelajari literasi teknologi. Mereka cenderung lebih banyak sebagai pemakai daripada pencipta.
Ketiga, literasi manusia adalah kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Misalnya, kepemimpinan (leadership), kerjasama (team work), kecakapan (agility), dan kewiraswastaan (entrepreneurship). Generasi M dan Generasi Z di samping perlu memahami literasi teknologi dan literasi data, harus memahami juga literasi manusia. Generasi M dan Generasi Z dituntut dan ditantang menjadi generasi dan sosok yang humanis dan cerdas.
Humanities mencakup tentang bagaimana seharusnya manusia memimpin, bekerjasama dengan orang yang berada di bawahnya atau orang lain dan dalam lingkungan masyarakat. Generasi M dan Generasi Z, di samping memiliki kemampuan memimpin dan kerjasama, juga memiliki kecakapan, dan talenta kewiraswastaan yang mampu menghidupi dirinya sendiri dan bahkan mampu menghidupi orang lain.
Semoga tulisan ini dapat menginspirasi Generasi M dan Generasi Z untuk selalu belajar dan berusaha, memperkuat kompetensi literasinya, guna menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Literasi baru merupakan sesuatu yang harus dihadapi bukan dihindari. (*)