Nur Syamsiah : Tabe, Bedakan ki itu Kebebasan Berekspresi dengan Merendahkan Martabat Seseorang
BugisPos — Kisruh pelaporan Dosen Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Dr. Nur Syamsiah, M.Pdi terhadap sejawatnya dengan dugaan pelanggaran UU ITE, atau dugaan tindak pidana Penghinaan Melalui Media Sosial. Sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menjadi polemik hingga saat ini, padahal pelaporan tersebut dimulai pada Juli tahun 2017 dan pada Oktober 2019 baru ditetapkan seorang tersangka, dari empat orang yang dilaporkan.
Penetapan tersangka RT (Dosen UINAM) oleh Polres Gowa mengundang pertentangan dari salah satu pihak, dengan mengangkat kasus ini (RT) adalah salah satu bentuk kebebasan berekspresi.
Hal ini diungkapkan oleh Nur Syamsiah (pelapor) pada Jumpa Pers di Warkop PWI Jalan Pettarani nomor 31 Makassar, Senin (31/1/2022).
Menurutnya bahwa kebebasan berekspresi itu harus dibedakan dengan tindakan menyerang dan menghina martabat orang lain.
“Begini-begini juga saya ini aktivis, jadi saya sangat faham apa itu kebebasan berekspresi apa itu menghina dan menyerang martabat seseorang,” tegasnya.
“Tabe, bedakan ki itu kebebasan berekspresi dengan merendahkan martabat seseorang,” ulangnya lagi.
“Bahkan dari percakapan itu, ada bukti screen shotnya saya bawa, juga menghina dan menyerang martabat suami saya yang tak ada hubungannya dengan aktivitas kami di Kampus,” ucapnya lagi dengan suara agak tertahan karena menahan air mata.
Padahal kasus ini mengemuka, kisah Nur Syamsiah kepada awak media berawal dari kegiatan mahasiswa di lantai 4 yaitu aktifitas mahasiswa di Radio Syiar yang sudah melewati batas kegiatan mahasiswa di kampus pada pukul 18.00.
Pada buku saku mahasiswa yang telah dibagikan, mahasiswa tidak boleh lagi melakukan aktifitas pada pukul 18.00.
“Sedihnya lagi, saya dituduh mengunci dan membredel kegiatan Radio Syiar, padahal yang mengunci dan menutup pintu Radio Syiar pada waktu itu bukan saya, orangnya masih ada dan bisa saya dipertemukan untuk mengetahui kebenarannya. Jadi jangki bawa ini kasus kemana-mana, bahkan RT pada saat di podcast oleh salah satu channel mengungkap hal itu. Sekali lagi saya siap juga dipertemukan dengan pemilik podcast tersebut, untuk memperlihatkan bukti-bukti saya terkait pelaporan saya. Apakah ini memang masuk sebagai kebebasan berekspresi seperti yang mereka perjuangkan,” ulas anak dari Yunus Tekeng yang juga aktivis tahun 66 ini.
“Yang mengunci radio syiar malam itu crewnya sendiri,” tegasnya
Nur Syamsiah juga mengungkapkan bahwa dari pihak UINAM sudah beberapa kali datang untuk memediasi (bukti foto terlampir) namun hal ini mengalami kebuntuan sehingga kasus ini terus bergulir ke kepolisian dan pihak kejaksaan.
“Bahkan saat kami di mediasi oleh Dekan pada tanggal 11 Oktober 2018 di Ruang Dekan, pihak terlapor tidak bisa memberikan jaminan,” singkatnya.
“Tak ada jaminan dari pihak terlapor untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya, dia hanya diam pada saat kami di mediasi oleh Dekan. Saat itu saya minta jaminan secara tertulis agar dia (terlapor) dan seluruh yang terlibat pada diskusi grup WA tersebut agar tidak mengulangi lagi perbuatannya, namun hal itu tak ada yang menyanggupi, jadi makanya saya lanjutkan saja kasusnya,” ungkapnya lagi
“Jadi ruang-ruang dialog yang dibangun oleh Dekan ini buntu bukan bersumber dari saya. Saya hanya meminta jaminan agar dikemudian hari harkat dan martabat saya, keluarga saya jangan direndahkan lagi seperti yang saya alami saat ini,” keluhnya.
“Sekali lagi saya tegaskan, tabe, bedakan ki itu menghina dan merendahkan martabat orang lain dengan kebebasan berekspresi,” kuncinya.