Tena Urusang, Mau Tertutup Saya Layani, Mau Terbuka Saya Suka
BugisPos.com, Makassar — Polemik terkait sistem pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) antara sistem proporsional tertutup ataupun sistem proporsional terbuka masih menjadi tanda tanya bagi bakal calon legislatif.
Sebagai catatan, sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya. Sedangkan dalam sistem pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilihan umum yang hanya memungkinkan masyarakat memilih partai politiknya saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung.
Menakar hal tersebut, Fadli Ramadhanil, kuasa hukum Perludem selaku Pihak Terkait dalam sidang Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 yang digelar pada Kamis (16/3/2023) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
Permohonan perkara pengujian Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono menyampaikan alasan pengujian tersebut.
Menurutnya, dalam pelaksanaan sistem pemilu proporsional terbuka, justru akan mendorong calon anggota legislatif untuk bersetia kepada dua aktor utama dalam proses penyelenggaraan pemilu, yaitu partai politik sebagai otoritas yang akan mencalonkan seorang anggota legislatif, kemudian pemilih sebagai aktor utama yang akan menentukan apakah calon anggota legislatif dapat dipilih atau tidak atau dapat terpilih sebagai anggota DPR atau tidak.”
Lebih lanjut Fadli mengatakan, argumentasi pemohon yang menyatakan dengan sistem pemilu proporsional daftar terbuka membuat anggota legislatif terpilih dan duduk di lembaga perwakilan menjadi bekerja untuk dirinya sendiri dan tidak lagi sesuai partai politik, menurut Pihak Terkait tidak tepat. Sebab dalam sistem lembaga perwakilan di Indonesia seorang anggota legislatif adalah bagian dari partai politik dan tidak bekerja untuk dirinya sendiri. Di dalam praktik pun anggota legislatif selalu bekerja sesuai dengan perintah partai politik. Oleh sebab itulah, di dalam lembaga perwakilan terdapat fraksi, kelompok fraksi yang tugas dan fungsi utamanya adalah menyatupadukan dan menjadi pemandu bagi seorang anggota legislatif di dalam menjalankan tugas-tugas perwakilannya, seperti dilansir dari laman mkri.id.
Sementara itu, Firman Noor dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang digelar pada Selasa (9/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK menyampaikan bahwa sistem pemilihan umum (pemilu) merupakan pengejawantahan paling konkret dari pelaksanaan demokrasi.
Oleh karena itu, pekerjaan rumah terbesar adalah bagaimana membangun sebuah sistem pemilu yang dapat menguatkan keberadaan nilai-nilai dan institusi demokrasi serta kelanjutan pelaksanaan demokrasi itu sendiri.
Pemilu memang bukan satu-satunya alat ukur untuk menentukan eksistensi dan kualitas demokrasi namun tanpa adanya pemilu yang demokratis dapat dipastikan bahwa kualitas demokrasi di sebuah negara akan tidak banyak bermakna.
Terkait dengan keterwakilan, sambung Firman, salah satu hal mendasar yang menjadi kritik utama atas sistem proporsional tertutup khususnya terkait dengan masalah tingkat keterwakilan adalah kurang menjamin terbangunnya kedekatan antara caleg dengan konstituennya. Sistem ini kurang menjamin konstituen untuk mengetahui latar belakang dan kapabilitas caleg yang akan mewakili mereka. Terdapat potensi terjadinya situasi membeli kucing dalam karung bagi pemilih. Di sisi lain, para caleg pun bisa jadi tidak terlalu memahami konstituen atau kondisi wilayah yang diwakilinya mengingat terbatasnya intensitas hubungan mereka dengan para pemilih.
“Padahal kedekatan itu syarat utama dari perwakilan rakyat yang merupakan sokoguru dari demokrasi dan esensi adanya pemilu itu sendiri. Oleh karena itu dalam sistem proporsional tertutup maka perwakilan rakyat menjadi ambigu karena bisa jadi caleg lebih mewakili kepentingan partai ketimbang konstituennya,” lanjut Firman Noor.
Sementara itu, salah satu anggota Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rahman Rumaday mengatakan kepada BugisPos.com, Selasa (9/5/2023) di Kafe Baca Jalan Adhyaksa Makassar bahwa polemik terkait sistem pemilihan umum proporsional terbuka mau pun tertutup tidak terlalu dia pikirkan.
“Tena Urusang, mau tertutup saya layani, mau terbuka saya suka,” ungkapnya menanggapi polemik sistem pemilihan yang masih bergulir di Mahkamah Konstitusi ini.
“Saya pribadi, sudah siap dengan segala kemungkinan perubahan sistem pemilihan yang terjadi, karena mau sistem terbuka maupun tertutup kami di PKS sangat menjunjung tinggi sportifitas dalam berpolitik. Tentu apabila sistem tertutup yang kemudian diterapkan, PKS tidak akan memberikan kader yang tidak mumpuni, rakyat tidak akan membeli kucing dalam karung,” sergah bakal calon legislatif untuk Kota Makassar daerah pemilihan Mamajang, Mariso dan Tamalate ini.
Untuk itu, lanjut pria berkacamata ini, pengkaderan di partai politik perlu dikedepankan, jadi partai politik tidak menyiapkan bacaleg yang instan apalagi menjadi bacaleg kutu loncat.
“Tapi tentu sistem pemilihan proporsional terbuka yang kami sangat suka, karena rakyat dapat memilih langsung wakil mereka dan kami yang telah memiliki basis massa jelas tentu dapat memberikan program politik partai kepada basis massa secara langsung tanpa mereka khawatir pilihan mereka tidak tergantikan,” lanjutnya.
“Sekali lagi saya tegaskan, Tena Urusang dengan polemik sistem pemilihan, saya pribadi siap berkompetisi,” pungkasnya.