Kemana Lagi Mau Mengadu, Abdul Rauf Tercerai Berai, Akibat Penggusuran Meskipun 75 Tahun Menempati Lokasi
BugisPos,Makassar –– Malang benar nasib yang dialami Pensiunan Golongan IIc yang sudah bekerja selama puluhan tahun pada Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan bernama Sukarmin, keluarga miskin ini harus terusir dari rumah yang sudah ditempatinya selama 75 tahun (mulai menempati sekitar tahun 1950) telah mengelolah dan menempati lahan kosong milik Instansi tempat dia bekerja seluas 76 M² beralamat di Jalan Kakatua II, No 10B, RT 001 / RW 002 Kelurahan Pa’Batang, Kecamatan Mamajang – Kota Makassar.
Menurut Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan DPW Sulsel Andi Imran Maddukelleng bahwa Lahan kosong yang ditempati seluas 76 M² ini hanyalah sebagian kecil pada bagian belakang dari hamparan lahan kosong yang ada pada saat itu dengan total luasan diperkirakan mencapai 966M². Sebagai pegawai yang bertugas sekaligus penjaga yang merawat lahan kosong ini, Sukarmin setahap demi setahap membangun rumah tinggal semi permanen secara mandiri dan akhirnya Sukarmin meninggal pada tanggal 16 Maret tahun 2004.
Selanjutnya pada saat itu Pemerintah membuat suatu kebijakan dan aturan bahwa para Pensiunan ataupun Ahli Waris Sah yang sudah menempati lahan Negara dan tidak memiliki tempat tinggal lain bisa mengajukan DEM yaitu suatu program pengalihan hak atas rumah negara dengan cara cicil. Bahwa meskipun rumah tersebut dibangun secara mandiri namun, dengan rasa sangat senang dan itikad baik semasa hidup dan seterusnya dilanjutkan oleh anak-anak Almarhum sudah beberapa kali mengajukan DEM tetapi tidak pernah disetujui padahal yang lainnya bisa diproses,ujarnya.
“Seperti yang kami jelaskan diawal bahwa lahan kosong yang ditempati seluas 76 M² ini hanyalah sebagian kecil pada bagian belakang dari hamparan lahan kosong yang ada pada saat itu dengan total luasan diperkirakan mencapai 966 M². Kebelakangan lahan kosong dibagian depan ini akhirnya mulai ditempati juga dan dikelolah oleh rekan sejawat dengan tetap tersedia jalan akses kepada penghuni di bagian belakang. Penghuni dibagian depan ini diperkirakan menempati lahan sekitar 966 M² – 76 M² = 890 M² dan sudah dibangun rumah besar yang permanen,”tambahnya.
Katanya lagi, Jadi selain Sukarmin, juga ada dua keluarga lain yang menempati lahan tersebut, Sukarmin dan keluarganya memang tidak seberuntung dibandingkan kedua rekan sejawatnya ini, hidup Sukarmin terbilang susah dan miskin sedangkan kedua sahabatnya yang menempati lahan dibagian depan menjadi orang sukses dan berhasil mendirikan rumah permanen yang megah diatas luasan tanah bagian depan. Namun kedua keluarga yang lain ini tidak digusur, dua keluarga tersebut sama-sama sebagai pensiunan Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan, seorang sudah meninggal dunia seperti Sukirman, dan seorang lagi masih hidup,ungkapnya.
Lebih jauh menurut dia, Hal inilah yang menjadi kejanggalan utama karena Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi selama ini selalu menyampaikan perintah pengosongan terhadap lahan seluas sekitar 966 M² sesuai temuan BPK padahal yang ditempati selama 75 tahun lamanya hanyalah seluas 76 M².
Jikalau Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan konsisten menjalankan eksekusi pengosongan lahan sesuai temuan BPK maka seharusnya hamparan yang didepan yang jauh lebih luas seharusnya ikut tereksekusi. Dari sini muncul kecurigaan bahwa alibi mau mengosongkan sisa lahan kecil ini terindikasi kuat dengan sengaja dilakukan karena Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama penghuni depan berkeinginan memiliki sebagian atau keseluruhan lahan tersebut, terangnya lagi.
Indikasi dugaan ini diperkuat dengan pernah adanya permintaan dari penghuni depan agar Almarhum Sukarmin dan Warisnya dimintai tanda tangan permohonan persetujuan batas dengan tujuan peningkatan alas hak Sertifikat yang kemudian permohonan itu ditolak oleh Almarhum Sukarmin dan Warisnya dengan alasan bahwa gambar situasi lahan yang ditunjukkan pada saat itu tidak sesuai bahkan memotong lahan yang sudah 75 tahun ditempati oleh Almarhum Sukarmin dan Warisnya. (Lampiran-1, Peta dan luasan Lokasi),detailnya.
Katanya lagi, Saat ini Abdul Rauf dan anak-anaknya tinggal terpencar-pencar di rumah familinya, sementara barang- barangnya masih tetap berada di rumahnya, kondisi kehidupan penghuni rumah (ahli waris almarhum Sukarmin) pada saat dieksekusi sangatlah memprihatinkan, bahkan ada yang dalam keadaan lumpuh dan stroke. Berikut secara rinci isi dan kondisi penghuni rumah semi permanen alias sekat gubuk-gubuk berukuran 76 M² yang dieksekusi tersebut: (Lampiran-2, Kondisi Rumah dan Penghuni)
1. Abdul Rauf (waris dari almarhum Sukirman), Umur 50 tahun, Laki-Laki (Kepala Keluarga)
2. Perawati (isteri Abdul Rauf), Umur 50 Tahun, Perempuan
3. Nur Idya Yatazyah, 26 Tahun, Perempuan, (Anak pertama Abdul Rauf/Pegawai Swasta)
4. Fadilah Rifa Fauziyah, 21 Tahun, Perempuan (Anak kedua Abdul Rauf/Mahasiswi)
5. Iftitah Anatzyah, Umur 18 Tahun, Perempuan, (Anak Ketiga Abdul Rauf/Mahasiswi)
6. Fika Febry Anatzyah, 14 Tahun, Perempuan, (Anak Keempat Abdul Rauf/Pelajar)
7. Safiah, (waris dari almarhum Sukirman), Umur 58 Tahun, Perempuan
8. Muhammad Yunus, (suami dari Safiah), Umur 72 Tahun, Laki-Laki menderita stroke pada bagian tubuh sebelah kanan dari lengan sampai kaki.
Berbagai upaya yang sudah dilakukan oleh keluarga ini namun semuanya menjadi buntu yaitu: (Lampiran-3, Permohonan DEM)
1. Sebanyak 3 (tiga) kali mengusulkan DEM yaitu suatu program pengalihan hak atas rumah negara dengan cara cicil, terdiri dari:
2. Melanjutkan sewa
3. Membeli dengan cara cicil
4. Bersurat kepada PJ Gubernur Sulawesi Selatan
5. Bersurat kepada Presiden Republik Indonesia
6. Memohon mediasi ke Pemerintah setempat.
Dasar rujukan dari surat penertiban pengosongan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan dikatakan berdasarkan temuan BPK dan Inspektorat, namun tidak pernah memperlihatkan obyek rincian lokasi dan luas lahan mana yang mau dieksekusi. Diinformasikan bahwa temuan BPK adalah seluas 966 M² padahal lahan yang ditempati Bpk. Abdul Rauf hanyalah 76 M². (Lampiran-4, Luas Lahan Temuan BPK)
Dugaan kebohongan yang dilakukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Selatan yang disampaikan kepada media TVRI Sulawesi Selatan terdiri dari: (Lampiran-5, Link Rekaman Wawancara Kadis dan TVRI Sulawesi Selatan)
1. Pernyataan Kadis terkait Temuan BPK, Inspektorat dan KPK yang dijadikan alasan eksekusi pengosongan:
Kadis tidak pernah memperlihatkan temuan yang dimaksud dengan menegaskan luasan lahan 76 M² yang sudah ditempati Bpk. Abd. Rauf selama 75 tahun, tidak ada surat perintah eksekusi terkait luasan tanah tersebut atas nama Bpk. Abd. Rauf.
2. Pernyataan Kadis bahwa eksekusi tersebut sudah dimediasi dan didiskusikan dengan mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dan sudah terjadi kesepakatan
Pernyataan ini tidak benar, perlu kami tegaskan bahwa tidak pernah ada pertimbangan nilai kemanusiaan bahkan penghuni rumah ada yang sakit stroke permanen serta lanjut usia, hidup miskin dan tidur bertumpuk-tumpuk sebanyak 8 orang dalam satu rumah semi permanen alias gubuk-gubuk seluas 76 M². Tidak pernah terjadi kesepakatan untuk dieksekusi bahkan penghuni bermohon agar diberi kesempatan untuk mengajukan DEM baik dengan cara sewa maupun cicil tapi semua diabaikan.
3. Pernyataan Kadis bahwa lahan yang ditempati Bpk. Abd. Rauf itu tidak jelas peruntukannya
Sungguh pernyataan ini merupakan pembohongan publik, bahkan semua orang mengetahui bahwa tempat ini awalnya lahan kosong lalu kemudian sebagai Pegawai Dinas Transmigrasi pada saat itu (75 tahun lalu), Almarhum ayah dari Bpk. Abd. Rauf mulai membangun pondok dan menjadikannya sebagai rumah tinggal selama lebih dari 75 tahun sampai akhirnya dieksekusi paksa pada tanggal 30 Januari 2025 yang lalu. Jadi sangat jelas bahwa lahan seluas 76 M² selama 75 tahun diperuntukkan sebagai tempat tinggal satu-satunya,tutupnya.(*)