Pos Sulbar

21 Tahun Sulbar, Waktunya Bergerak Cepat

135
×

21 Tahun Sulbar, Waktunya Bergerak Cepat

Sebarkan artikel ini
Breaking News

Oleh: Suhardi Duka

Bugispos.com, Sulbar – Selalu istimewa di setiap 22 September. Setiap tahunnya, 22 September jadi momentum mengingat kembali, merefleksi sekaligius mengevaluasi langkah kita sebagai komunitas besar. Keluarga besar; Provoinsi Sulawesi Barat.

Tahun 2025 ini, 22 September juga jadi penegasan langkah Sulawesi Barat yang telah tiba di usianya yang ke 21 tahun. Kurang pas untuk menyebutnya masih muda, meski terma dewasa belum juga layak betul. Tapi, apapun itu kita semua pantas untuk bersyukur akan daerah yang diperjuangkan dengan keringat serta air mata oleh para pejuang ini telah sampai di titik sekarang.

Secara umum, saya melihat Sulawesi Barat sudah berada di jalur yang tepat. Buah dari sepantar kebijakan yang dihadirkan oleh para pemimpin terdahulu; dengan segala hormat kepada Anwar Adnan Saleh, Ali Baal Masdar, serta para penjabat kepala daerah yang pernah memimpin jazirah Mandar ini.

Jika telah berada di jalur yang tepat, mestinya Sulawesi Barat di usianya yang sekarang sudah mampu menerabas berbagai persoalan dasar masyarakat. Sayangnya, itu semua belum lah mewujud. Hari ini, kita masih harus berkutat dengan ragam persoalan.

Sedikit cerita tentang yang saya analisa sebelum saya memulai amanah, bersama Pak Salim S Mengga sebagai gubernur dan wakil gubernur di provinsi ke-33 ini. Saat PDRB, angka kemiskinan, penagangguran, serta berbagai indikator lainnya, Sulawesi Barat memang masih diselimuti banyak masalah.

40 Persen PDRB kita ada di sektor pertanian dan perkebunan. Mari membandingkannya dengan Provinsi Bali yang 55 Persen PDRB-nya datang dari sektor pariwisata dan industri, pertanian hanya menyumbang 5 Persen saja.
Lalu tengoklah Provinsi Jawa Barat. Daerah pertanian tapi hanya menyumbang PDRB kurang dari 30 Persen dari sektor itu. Industri manufaktur jadi segmen yang menjadi mayoritas menyumbang PDRB di Provinsi Jawa Barat. Artinya, daerah itu cukup berimbang.

Kita di Sulawesi Barat, sektor pertanian perkebunan menyumbang 40 Persen. Sementara industri hanya sekitar 10 Persen dalam akumulasi PDRB kita. Pertumbuhan ekonomi kita berada di kisaran 4 Persen, di bawah angka perumbuhan ekonomi nasional. Pun dengan angka kemiskinan kita yang juga masih di atas angka kemiskinan nasional, 10-11 Persen.
Angka pengangguran di Sulawesi Barat memang berada di bawah rata-rata nasional. Pengangguran di Sulawesi Barat memang sudah sudah ada di bawah 3 Persen, meski angka itu wajib untuk dipelototi kembali.

74 Persen pekerja kita tersebar di sektor informal. Pekerja yang bergerak di bidang formal ada di angka 26 Persen. Ada berbaga potensi masalah dengan persentase sebaran pekerja masyarakat Sulawesi Barat di atas.

Jika mayoritas masyarakat kita bekerja di sektor informal, ia bisa jadi tak punya asuransi. Masa depan atau tabungan pun bukan tidak mungkin tak jelas. Boleh jadi hal itu berpengaruh pada angka kemiskinan di Sulawesi Barat.

Pengelompokan angka kemiskinan; desil 1 kita ada di angka 1 Persen, itu kemiskinan ekstrem. Kemudian untuk desil 2 dan desil 3, itu yang jumlahnya banyak, ,miskin dan hampir miskin. Desil 4 sudah menengah ke atas, sementara desil 5 dan 6 itu tehitung masih sedikit.

Paparan data itu yang jadi dasar saya dan Pak Salim S Mengga dalam merumuskan arah kebijakan di Sulawesi Barat. Salah satu poin yang kami inisiasi adalah bagaimana berbagi beban dengan masyarakat. Salah satu beban masyarakat itu misalnya di sektor kesehatan.

Jika yang hampir miskin jatuh sakit, secara otomatis ia bakal miskin. Kalau sudah miskin, maka miskin ekstrem lah dia. Itu yang menjadi landasan kami untuk melahirkan kebijakan dengan berbagi beban di sektor kesehatan.

Dengan pihak BPJS, kami melakukan intervensi dengan mengalokasikan anggaran agar seluruh kabupaten masuk dalam kategori UHC (Universal Health Coverage). Memastikan target cakupan kepesertaan jaminan kesehatan itu terpenuhi. Kini, cukup dengan identitas kependudukan, jaminan kesehatan masyarakat yang hendak berobat baik di rumah sakit pemerintahan maupun di rumah sakit swasta dapat terakomodir.

Berangkat dari fakta tentang angka kemiskinan di Sulawesi Barat, saya dan Pak Salim juga melakukan interfensi kepada 5 Ribu kepala keluarga miskin ekstrem untuk tahun 2025 ini. Intervensi yang dimaksud yakni dengan menyalurkan dana senilai Rp 2 Juta per rumah tangga.

Begitu juga dengan upaya perbaikan kualitas SDM bagi masyarakat miskin. Anggaran yang cukup besar juga diarahkan ke perbaikan sistem rekrutmen beasiswa kita. Tak lagi hanya mengakomodir prestasi akademik, atau kepimpinan saja. Program beasiswa yang kami usung juga memberi ruang luas bagi mereka yang tergolong miskin; desil 1 dan desil 2.

Lahirnya kebijakan efisiensi anggaran memang cukup menggoyang berbagai perencanaan pembangunan yang telah kami susun secara runut. Kini, dengan kurang lebih Rp 1,8 Triliun anggaran yang dikelola pemerintah daerah, ada banyak alokasi untuk semakin menguatkan sektor unggulan kita, pertanian dan perkebunan.

Banyak alokasi anggaran ke program padat karya dengan harapan kantong-kantong pertanian, sumber-sumber produksi itu dapat kita terobos. Biaya produksi, biaya logistik dan lain sebagainya dapat diminimalisir oleh para petani kita.

Hari ini, kalau kita lihat data, sektor pertanian kita menunjukkan tren positif. Mulai tumbuh. Berbanding terbalik jika menengok berbagai sektor yang mengalami kontraksi di triwulan pertama dan kedua tahun 2025 ini. Sektor yang mengalami kontraksi besar adalah konstruksi, -37 Persen, lalu -23 Persen sektor pertambangan dan penggalian. Tak ada konstruksi, maka panggalian juga tidak ada. Serta beberapa sektor lain yang juga mengalami kontraksi.

Efisiensi pasca terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025 memang berdampak pada pengurangan dana transfer ke daerah hingga 30 Persen. Bagi kami, ini tantangan yang mesti kita jawab bersama. Hari ini dan untuk masa depan Sulawesi Barat yang lebih baik lagi.

Saya yakin betul, proses pembangunan bukan hanya jadi tugas pemerintah saja. Di sana ada peranan vital dari kalangan dunia usaha. Untuk itu, agenda besar yang juga hendak kami dorong adalah menciptakan iklim usaha yang seramah mungkin, salah satunya dengan melakukan reformasi birokrasi di internal pemerintah Provinsi Sulawesi Barat.

Memangkas jumlah OPD dari 42 menjadi 36, jadi upaya untuk menerabas rumitnya rentang birokrasi. Sekaligus jadi ikhtiar untuk roda birokrasi di Sulawesi Barat bisa bergerak lebih cepat. Termasuk mengubah beberapa peraturan daerah dan peraturan gubernur.

Meski disadari, kerja cepat yang kami harapkan belum sesuai dengan ekspektasi. Lajunya masih lambat. Kami menilai, mindset birokrasi kita hari ini belum belum fit dengan kompleksitas tantangan yang mesti dihadapi. Kita di Sulawesi Barat masih bergelut dengan hal itu.

Penempatan pejabat di pos jabatannya masing-masing bukan didasarkan pada prinsip like and dislike. Kita juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, kita ingin agar supaya gerak cepat menuju tujuan itu bisa kita wujudkan bersama.

Menurunkan angka kemiskinan 1 Persen tiap tahun memang berat, tapi bukan tak mungkin untuk diwujudkan. Seturut dengan itu, di akhir periode saya dan Pak Salim S Mengga, kami mematok target 8 Persen angka pertumbuhan ekonomi.

Jika 10 Persen angka kemiskinan kita, di akihir masa jabatan kami berdua, persentasenya bisa sampai 5 Persen. Kami optimis, jika eksekusi APBD kita, layanan kita bagus, target itu bisa kita kita penuhi.

Merujuk ke laporan triwulan pertama tahun ini, kami sudah mamlu menekan angka kemiskinan turun sebesar 0,30 Persen. Triwulan kedua turun lagi 0,20 Persen. Artinya sudah turun setengah persen dalam dua triwulan terakhir. Kita tentu berharap, di dua trwilan ke depan angka kemiskinan itu bisa kembali kita turunkan untuk mencapai target 1 Persen pertahunnya.

Akhirnya, di 21 tahun usia Sulawesi Barat, masih banyak pekerjaan yang mesti kita tuntaskan. Bukan urusan yang mudah memang. Di tengah kian beratnya tantangan yang mesti dihadapi, ada semacam optimisme yang lahir untuk Sulawesi Barat yang maju dan sejahtera di ujung jalan sana, tentu dengan kolaborasi dan sinergi dengan seluruh komponen masyarakat.

Saya dan Pak Salim S Mengga punya komitmen yang kuat dalam menjaga sekaligus merawat segala peninggalan positif yang dilahirkan oleh kepala dearah sebelumnya. Di saat yang sama, memperbaiki hal-hal yang bagi kami belum tepat juga jadi hal yang wajib kami galakkan.

Sekaligus mengerahkan segala daya dan upaya kami dalam mewujudkan cita-cita para pejuang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. (*)