Opini

Media Sosial dan Krisis Identitas Umat : Pentingnya Islam Kaffah di Era Digital

406
×

Media Sosial dan Krisis Identitas Umat : Pentingnya Islam Kaffah di Era Digital

Sebarkan artikel ini

 

BugisPos, Makassar – Di era digital saat ini, hampir semua orang, terutama Gen Z hidup berdampingan dengan media sosial, _Global Digital Reports_ dari Data Reportal melaporkan ada 5,25 miliar orang yang aktif di media sosial. Aplikasi seperti TikTok, instagram, dan X (twitter) menjadi tempat mereka mengekspresikan diri, mencari hiburan, bahkan menjalin hubungan sosial. Namun, di balik keceriaan dan interaksi secara online itu, muncul fenomena menarik, banyak orang merasa kesepian meskipun mereka setiap hari bertemu ribuan pengguna lain di dunia nyata. Fenomena inilah yang disebut sebagai _loneliness in the crowd_ yaitu kesepian di tengah keramaian.

Fenomena ini menarik perhatian mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sehingga melakukan penelitian. Mereka melakukan riset yang berjudul “Loneliness in the Crowd: Eksplorasi literasi media digital pada fenomena kesepian di TikTok melalui konfigurasi kajian Hiperrealitas Audiovisual’’.

Setelah berdiskusi dengan anggota tim, kami menyadari pengalaman serupa juga dialami banyak orang di sekitar. Dari riset kecil-kecilan, kami menemukan keterkaitan antara penggunaan media sosial yang berlebihan dengan rasa kesepian, insecure, bahkan masalah kesehatan mental,” jelas Fifin dalam laman UMY (detikedu, 18/9/2025).

Penggunaan media sosial yang terlalu berlebihan menyebabkan para pengguna merasakan paradoks yaitu semakin sering mereka bersosialisasi secara digital, semakin terasa pula jarak dengan dunia nyata.

Banyak penelitian, seperti yang dilakukan oleh McKinsey (2024) dan jurnal Health Promotion International (2025), menemukan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memicu rasa cemas, depresi, dan kesepian, terutama ketika seseorang lebih banyak menjadi penonton ketimbang berinteraksi secara langsung.

Fenomena _lonely in the crowd_ tidak boleh dibiarkan terus berlanjut, sebab dampaknya bukan hanya merusak individu tetapi juga akan melemahkan generasi dan umat secara keseluruhan. Oleh sebab itu, generasi muda dan umat saat ini sebaiknya menyadari dampak negatif media sosial dan belajar mengelola penggunaannya dengan lebih bijak. Media sosial seharusnya dijadikan alat untuk mempererat silaturahmi, berbagi ilmu, dan menyebarkan islam.

Di tengah gempuran budaya global yang datang melalui media sosial, generasi muda seringkali kehilangan arah identitas. Banyak orang yang tanpa sadar mengikuti gaya hidup, pola pikir, dan standar kebahagiaan yang bersumber dari sistem sekuler-liberal, yaitu sistem yang memisahkan kehidupan dunia dari nilai-nilai agama. Akibatnya, nilai-nilai Islam mulai terpinggirkan dan umat justru menjadi korban dari arus modernisasi yang menyesatkan.

Allah berfirman:

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى ۝١٢٤

Artinya: ‘’Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Ṭāhā: 124).

Ayat ini menunjukkan bahwa menjauh dari aturan Allah hanya akan membawa manusia pada kesempitan hidup, meskipun tampak ramai dan terhubung di dunia maya. Karena itu, penting bagi setiap generasi muda untuk menjadikan Islam sebagai identitas utama dalam kehidupan mereka, baik di dunia nyata maupun di dunia digital. Islam harus menjadi dasar dalam berpikir, berperilaku, dan mengambil keputusan, termasuk dalam hal bagaimana menggunakan teknologi dan media sosial.

Dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup, seseorang tidak akan mudah terpengaruh oleh tren, pencitraan, atau gaya hidup konsumtif yang banyak ditawarkan di media sosial. Sebaliknya, ia akan menggunakan media sebagai sarana untuk dakwah, berbagi inspirasi, dan memperkuat ukhuwah (persaudaraan) antar sesama Muslim.

Selain itu negara juga memiliki peran penting dalam mengatur dan mengarahkan pemanfaatan dunia digital. Negara tidak boleh membiarkan arus informasi berkembang tanpa kendali, karena hal itu bisa membahayakan moral dan kesejahteraan masyarakat, terutama generasi muda. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang berpihak pada kemaslahatan rakyat, misalnya dengan meningkatkan literasi digital yang berlandaskan nilai moral dan keagamaan, bukan hanya soal teknis penggunaan teknologi.

Negara juga perlu mendorong terciptanya lingkungan digital yang sehat, di mana konten-konten negatif seperti pornografi, ujaran kebencian, dan fitnah dapat diminimalisir. Selain itu, penting untuk menciptakan ruang digital yang produktif, tempat anak muda bisa berkreasi, berinovasi, dan berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai problematika umat, seperti kemiskinan, pendidikan, dan lingkungan.

Dalam konteks Islam, negara idealnya berfungsi sebagai pelindung umat (junnah) yang menjaga masyarakat dari pengaruh ideologi yang merusak dan memastikan setiap aspek kehidupan, termasuk dunia digital, berjalan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Negara juga harus memberikan dukungan agar generasi muda tidak hanya menjadi pengguna pasif media sosial, tetapi menjadi agen perubahan positif yang membawa manfaat bagi masyarakat luas.