Oleh MAHAJI NOESA
Kowdong, Anoa dan Mangrove Agenda Live yang Batal di HPN 2022 Kendari
BugisPos – Ada dua agenda Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menarik bagi saya, dari serangkaian kegiatan yang telah tersebar di medsos direncanakan saat berkunjung menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Pertama, rencana pelepasan hewan endemik Sulawesi, Anoa, yang menurut rencananya akan dilakukan 8 Pebruari 2022, siang hari di lokasi Taman Nasional Rawa Aopa.
Peristiwa ini saya anggap sangat perlu dimaknai lantaran masuk dalam agenda saat para jurnalis negeri melakukan peringatan HPN 2022 di Kendari, ibukota Provinsi Sultra yang terbentuk sejak 27 April 1964 dan memilih gambar Kepala Anoa sebagai simbol inti lambang provinsinya.
Agenda pelepasliaran Anoa secara simbolik bangkitnya perhatian untuk pelestarian satwa endemik Sulawesi tersebut, bukan hanya menjadi cambuk peringatan bagi Pemprov Sultra maupun Pemprov lainnya di seluruh Pulau Sulawesi.
Akan tetapi juga menjadi langkah berani dari pemerintah melakukan otokritik terhadap ketidakseriusan selama ini untuk menjaga kelestarian satwa langka, dalam hal ini Anoa yang endemik Sulawesi.
Endemik Sulawesi artinya di dunia satwa anoa itu hanya ada diciptakan Tuhan dengan habitatnya berkembangbiak di Pulau Sulawesi.
Kenyataan populasi satwa ini kian langka akibat perburuan liar maupun hutan-hutan dan rawa-rawa habitatnya semakin berkurang.
Upaya konservasi pelestarian Anoa secara in-situ atau di dalam habitatnya tidak ada yang nyata. Tidak ada data pasti sisa berapa populasi satwa anoa secara in-situ di seluruh Pulau Sulawesi saat ini.
Konservasi ex-situ pelestarian Anoa di luar habitatnya berupa penangkaran juga belum terlihat nyata.
Anak milenial di Sulawesi Tenggara yang memilih gambar Anoa sebagai lambang daerahnya, banyak sekali yang belum pernah melihat rupa Anoa di alam nyata.
Padahal pihak IUCN, Badan Konservasi Dunia sejak tahun 1960 telah memasukkan Anoa dalam daftar satwa yang terancam punah.
Itulah sebabnya mungkin, pada awal era Orde Baru, Shah (Raja) Iran, Pangeran Mohammad Reza Pahlevi secara khusus meluangkan waktu datang ke Kendari untuk melihat langsung satwa Anoa yang disebut endemik Sulawesi yang terancam punah.
Justeru saya agak terkejut ketika tahun 2021 kemarin menemukan sebuah media cetak yang memuat iklan wisata bertuliskan Ayo ke Luwu Timur berilustrasikan gambar satwa anoa secara utuh. Selama ini tidak pernah terdengar adanya upaya konservasi Anoa in-situ maupun ex-situ di kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Juga tidak pernah ada ungkapan data valid jika populasi Anoa masih banyak di habitat asli kabupaten Luwu Timur yang wilayahnya berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Anoa termasuk satwa liar, agresif, namun toh bersahabat dengan kehidupan manusia sekitarnya bahkan nyawanya siap dikorbankan untuk dikonsumsi dagingnya.
Hingga awal tahun 70-an seingat saya, Anoa yang tak senang hidup bergerombol masih sering dijumpai satu-satu berkeliaran di antara kebun-kebun warga di lereng-lereng pegunungan Nipanipa yang memagari kota Kendari di arah Utara serta sekitar barisan pegunungan Nangananga arah selatan kota Kendari.
Tahun-tahun tersebut hampir semua rumah warga di sekitar Kampung Salo, kaki pegunungan Nipa-nipa Kota Lama Kendari memiliki hiasan tanduk Anoa selain hiasan tanduk Rusa (asli).
Sejumlah tentara dan warga di malam-malam hari libur sering melakukan perburuan Rusa dan Anoa sekitar pegunungan Nipanipa, wilayah Manggadua, Mata, Soropia dan sekitarnya.
Daging dendeng Anoa sering dijual di pasar pertama kota Kendari, sekitar pelabuhan Kota Lama. Meski harganya relatif mahal laris dibeli, katanya, berkhasiat khusus dikonsumsi lelaki dewasa. Wallahualam.
Suatu malam saya pernah mengekor ikut seseorang hendak berburu, berjalan dari arah Kampung Salo ke pegunungan sekitar Manggadua, tetiba sang pemburunya menyatakan urung melanjutkan niatnya malam itu. Berbalik pulang.
“Ada Anuang (maksudnya Anoa) baru lewat,” alasannya, sembari menjelaskan jika dia baru saja menginjak kotoran Anoa yang masih terasa hangat. Hehehe….
Sepanjang puluhan tahun berdiam di sekitar kaki pegunungan Nipanipa, saya tidak pernah mendengar ada warga atau pemburu yang diseruduk Anoa yang bertanduk runcing lurus itu.
Anoa, satwa bersahabat. Bersahabat penuh pengertian tetapi jangan coba-coba mengganggunya secara brutal karena satwa ini akan menunjukkan perangai aslinya sebagai binatang liar.
Beberapa warga transmigran asal DKI yang ditempatkan di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Lapuko (sekarang, kabupaten Konsel, Sultra) di awal Orde Baru naas tewas lantaran menantang kelahi lawan Anoa.
UPT Lapuko kala itu pun kemudian ramai dikabarkan bubar, ditinggal pergi para penghuninya. Takut diseruduk Anoa, entahlah.
Pastinya, dalam cerita orang-orang tua dahulu sepanjang pesisir pantai daratan Provinsi Sulawesi Tenggara di hari-hari cerah sering menjadi tempat bermain satwa Rusa dan Anoa.
Dalam catatan para peneliti, satwa endemik Sulawesi ini dibagi atas dua jenis. Yaitu, Anoa Pegunungan (Bubalus quarles) ciri tanduk kecil. Kemudian ada Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) yang tanduknya agak besar dan berekor panjang.
Berat tubuh seekor Anoa antara 150 hingga 300 kg, tinggi dapat mencapai 75 cm. Tak heran jika ada yang menyebut Anoa sebagai Kerbau Kecil (midget buffalo).
Orang-orang etnik Tolaki di Kendari dan sekitarnya menamai Anoa dengan sebutan Kadue.
Agenda kedua yang menarik bagi saya dalam rencana kegiatan Presiden Jokowi dalam menghadiri puncak peringatan HPN 2022 di kota Kendari, yakni pencanangan Gernas Mangrove secara nasional akan dilakukan di Teluk Kendari, teluk yang dahulu dipadati tanaman pesisir pantai Mangrove yang kini sebagian telah dikorbankan, punah akibat pembangunan perluasan kota Kendari.
Sayangnya, kemudian beberapa saat sebelum hari H tersiar berita meyakinkan, Presiden Jokowi batal berkunjung langsung menghadiri puncak peringatan HPN 2022 di Kendari. Presiden akan menyampaikan sambutan peringatan HPN, 9 Pebruari 2022 secara virtual dari Istana Negara, Jakarta.
Penyebaran Covid yang kembali cenderung meningkat dengan varian barunya, disebut-sebut sebagai salah satu alasan pembatalan Kepala Negara hadir langsung dalam Puncak peringatan HPN, 9 Pebruari 2022 di kota Kendari.
Ya, mau diapami! Tetap Semangat.
Selamat Hari Pers Nasional, 9 Pebruari 2022.(***)