HTTP Status[404] Errno [0]

Oleh Goenawan Monoharto

Hebat na Tauwwa, Gallery Roemah Kebaya Makassar Memburu Koleksi Sampai Malaka dan Tiongkok Daratan

31 July 2021 14:50
Hebat na Tauwwa, Gallery Roemah Kebaya Makassar Memburu Koleksi Sampai Malaka dan Tiongkok Daratan
Inilah salah satu ruang Gallery Roemah Kebaya Makassar/Foto Ist

Peralatan Korongtigi Pengantin Perempuan, salah satu jenis koleksi langka di Gallery Roemah Kebaya Makassar/Foto Ist

BugisPos – Tak sebesar dugaan. Ruang Galeri Kebaya Makassar yang dipakai menyimpan mendisplai koleksi di lantai I Perumahan Puri Mutiara Jl Mongisidi Baru kota Makassar, ternyata hanya seluas garasi mobil.

Saat masuk pintu, sebelah kiri dan kanan terlihat jejeran sarung halus kembang-kembang berbagai corak warna. Seakan memberi kode keras bahwa Arwan Tjahjadi dan isteri pemilik galeri adalah pengemar pakaian kebaya dan sarung Tionghoa Peranakan di Makassar tahun 1940-an ke atas.

Arwan yang juga owner Hotel Losari Beach (beberapa hotel di Makassar dan Jakarta), membenarkan jika sejak dahulu Tionghoa Peranakan di Makassar senang dengan sarung batik dengan corak khas dan halus.
Gallery Roemah Kebaya Makassar didirikan April 2018 sebagai upaya bagaimana menyimpan menyelamatkan kebiasaan Tionghoa Peranakan di Makassar dalam daur hidup dari kelahiran sampai kematian. Termasuk dalam Ikhwal busana hingga pemakaian perlengkapan rumah tangga.

MANUSKRIP AKSARA LONTARA

Sore yang gerah, 30 Juni 2021 di Galeri Kebaya Makassar, mengadakan acara serah terima manuskrip sebanyak 47 bundel cerita dalam tulisan Aksara Lontara yang masih ditelusuri siapa penulisnya.

Sangat Ketahuan, kata Husnul F. Ilyas dari Balitbang Agama Makassar, bahwa penulisnya dipastikan seorang Tionghoa yang mahir menulis aksara Lontara pada masa tahun 1870-1880an. Tulisan aksaranya di atas kertas tipis dan sangat halus menorekan pena dan tintanya sehingga apik. Ada beberapa tulisan Tionghoa terselip pada buku tersebut yang tak dapat diterjemahkan dalam Lontara, khusus nama-tokoh-tokoh cerita dalam buku itu.

Husnul yang juga Akademik Expert Dreamsea (Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia), menyebut kegiatan yang digagas melalui program kerjasama antara PPIM UIN Jakarta, CSMC University of Hamburg Jerman atas dukungan Arcadia Fund, lembaga filantropi asal Inggris. Dreamsea melestarikan khusus manuskrip yang terancam hilang atau punah di Indonesia Timur.

Husnul mengatakan dari 47 bundel manuskrip, hanya bisa didigitalkan dalam bentuk elektronik sebanyak 43 bundel. Manuskrip yang ditulis sesuai lini masa dalam manuskrip itu tercatat 1879 -1880 semuanya dalam cerita Tiongkok klasik Sam Kok (tiga Negara) Sie Djieng Kui dan Jenderal Kwang Kong.

“Kita masih meneliti dan telusuri, ini merupakan kerja keras yang membutuhkan waktu yang lama, “ kata Husnul, saat menyerahkan lemari kaca dua buah pada galeri Kebaya Makassar sebagai penyimpanan manuskrip itu.

Ternyata dalam 1 bundel Manuskrip, ditemukan nama penulis Tionghoa menulis Lontara Liem Ching Young nanti pada tahun 1927. Jadi koleksi Arwan Tjahjadi jauh lebih dulu ditulis. 140 tahun lalu. Penulis melihat kertasnya masih bisa bertahan sampai 100 tahun kemudian, hanya kerapuhan ada tinta yang mulai memudar. Makanya, selekasnya mesti direkam kembali secara digital. Alat-alatnya cukup spesifik untuk menghasilkan gambar dengan kualitas terbaik menggunakan pelatan teknis yang mutakhir milik Dreamsea. Untung banyak anak-anak muda dari berbagai lembaga yang telah terlatih, bergabung dalam proses mengerjakan perekaman manuskrip itu.

SALOKKOA PERALATAN KORONGTIGI

Tenyata ruang yang di pakai untuk menyimpan koleksi Galeri Kebaya ada pula di lantai dua. Di ruang itu berbagai koleksi terpajang, Lemari Konde, Kepala Naga, Alat elektronik masa lalu, lampu Peang-peang, penerang sebelum listrik masuk di Makassar .

Koper tua ndan Kotak Kayu antik dan berukir khas nTionghoa banyak menyimpan koleksi. Dalam sebuah lemari kaca, terdapat beberapa jenis kasut (sepatu) yang dipakai Gadis Tionghoa, salah satunya adalah sepatu sangat kecil (seperti sepatu anak-anak) dipakai gadis Tionghoa yang dipingit diikat kakinya sehingga menjadi kecil. Bila di Makassar dikenal sebagai Nona Caddi Bangkeng (gadis kaki kecil)
Menurut Arwan, beberapa kasut itu dibeli di Malaka, namun itu barang baru. “Bahkan ada di antaranya dibeli di Tiongkok Daratan ketika plesir bersama istri pada waktu sebelum pandemik,” jelasnya.

Berapa harga? Arwan hanya tersenyum. Menurut bocoran, koleksi Galeri Kebaya yang ada ratusan jenis itu, ada yang dibeli dengan harga hingga puluhan juta rupiah yang dihibahkan keluarga, kerabat yang merasa aman bahwa hanya di tangan Arwan pusakanya terpelihara.

Ada yang menarik sebagai koleksi langka di Galeri Kebaya, berupa peralatan Korongtigi Pengantin Perempuan. Sejenis penutup kepala penuh manik-manik berwarna ceria dipakaikan pada Pengantin Perempuan pada malam sebelum pernikahannya. “Ini dihibahkan seorang kerabat yang berprofesi sebagai Anrong Bunting, seorang wanita yang mengurus pengantin. Kodong (kasihan), beliau baru saja meninggal dalam usia hampir seratus tahun,“ kata Arwan, sedih mengenang pemberian Salokkoa di Jakarta. Koleksi seperti ini paling banyak hanya satu atau dua buah ada di Indonesia.

GELISAH DAN KUATIR

Perburuan koleksi Galeri Kebaya Makassar, merupakan salah satu titik fokus seni di kota Makassar. Kata Arwan, ada diburu tatkala telah terbuang ke tempat sampah. Seperti Patung Singa sebanyak dua buah. Koleksi tersebut ditemukan di tempat sampah di Klenteng Maco Jl Sulawesi kota Makassar, pascakerusuhan 1998. Ditemukan ketika pihak klenteng melakukan pembenahan, menemukan dua patung Singa sudah dibuang di tempat sampah.

Informasi yang didapatkan di temannya tentang buangan tersebut, Arwan tidak mengambil waktu banyak langsung memungut dan seekor Naga yang nyaris hancur lebur.
Dari tempat sampah itu dua ekor Singa dan seekor Naga dibawa pulang ke rumah. Kemudian mengundang seniman lukis Jendri Pasassang merestorasinya.

Kerja restorasi “seniman artisan” Jendri Pasassang, berhasil membuat bagus, indah dan berjiwa. Arwan puas. Singa tersebut ada di depan Hotel Losari Beach dan kepala Naga ada di Galeri Kebaya Makassar.

Museum milik kota Makassar yang berdomisili di Jl Balai Kota Makassar, pernah “meminang” pada Arwan mantan Anggota DPRD Makassar juga pernah meraih sertifikat MURI atas Museum Becak-nya di Blok-M Jakarta, agar koleksinya diserahkan ke museum Kota Makassar dan diberikan satu ruang untuk koleksinya. Namun Arwan masih menampik pinangan itu.

“Biarlah saya memelihara dulu sendiri. Kalau sampai waktu, bagaimana pun juga diserahkan. Saya hanya kuatir tidak ada generasi anak cucuku yang mau tertarik mengurus harta pusaka ini,” katanya.

Menyusuri kolek-koleksi Galeri Kebaya Makassar, selain kegembiraan menyaksikan “Pusaka” Tionghoa Peranakan di Makassar, juga ada kesesakan di hati, koleksi-koleksi itu mesti diberi ruang besar dan pantas dan mendisplay secara profesional sehingga menarik untuk disaksikan. “Arwan jadikan Galeri Kebaya Makassar sebagai museum Tionghoa Peranakan di Indonesia Timur,” komentar Baba Ronny, kerabatnya, Borong Raya, 31 Juli 2021

Penulis Fotografi dan Senirupa

488 Views

Bugispos.com adalah media online yang
menyajikan berita terbaru dan populer, baik hukum, kriminal, peristiwa, politik, bisnis, entertainment, event serta berita lainnya